Minggu, 07 April 2013

Menikmati Kesegaran Ibadah


Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.
                Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan berlangsung formal, kaku dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai dan sangat menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi. Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah SWT. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tidak ada dinding sama sekali.
                Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
                Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba kepada Allah SWT. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba Allah SWT.
                Mutu Ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya. Bagaimana mungkin orang rajin shalat bisa tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman ? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan belum benar. Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang lain.
                Rasulullah SAW mengatakan , “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada alim (tekun beribadah) tapi kikir.”(HR Ath Thabrani)
                Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari hubungannya dengan sekitar. Kalau seseorang tidak disukai orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah SWT seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu terisah.
                Dekat tidaknya seseorang dengan Allah SWT juga bergantung pada diri orang itu sendiri.dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan. Maha benar Allah dalam firman-Nya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah : 186)
                Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), Beliau Shalat. (HR Ahmad)

0 komentar:

Minggu, 07 April 2013

Menikmati Kesegaran Ibadah

Posted by Rohis Stemsend |

Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.
                Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan berlangsung formal, kaku dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai dan sangat menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi. Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah SWT. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tidak ada dinding sama sekali.
                Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
                Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba kepada Allah SWT. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba Allah SWT.
                Mutu Ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya. Bagaimana mungkin orang rajin shalat bisa tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman ? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan belum benar. Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang lain.
                Rasulullah SAW mengatakan , “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada alim (tekun beribadah) tapi kikir.”(HR Ath Thabrani)
                Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari hubungannya dengan sekitar. Kalau seseorang tidak disukai orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah SWT seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu terisah.
                Dekat tidaknya seseorang dengan Allah SWT juga bergantung pada diri orang itu sendiri.dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan. Maha benar Allah dalam firman-Nya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah : 186)
                Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), Beliau Shalat. (HR Ahmad)

0 komentar: