This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 22 Mei 2013

Wanita Ahli Surga dan Cirinya


Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?" (QS. Muhammad : 15)

"Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan." (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur'an yang mulia, diantaranya :

"Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik." (QS. Al Waqiah : 22-23)

"Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (QS. Ar Rahman : 56)

"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (QS. Ar Rahman : 58)

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

" ... seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : "Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan." Dan mereka juga mendendangkan : "Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi." (Shahih Al Jami' nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur'an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma'ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu' Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

" ... dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar." (QS. An Nisa' : 13).

Wallahu A'lam Bis Shawab.

Kamis, 09 Mei 2013

Jalan Sang Dai – Garis Para Pemimpin

Tidak seperti petarung, yang skillnya bisa dilatih sepuluh tahun. Tidak juga penulis dan pelukis, atau dokter dan desainer. Kepemimpinan dibangun atas formula yang rumit. Karena ia berarti mengelola manusia yang berkeinginan, manusia yang berobsesi luhur, atau manusia yang tidak sudi diatur. Kepemimpinan menyalurkan potensi dan mengarahkannya ke tujuan. Terlebih kepemimpinan yang ini, bukanlah pemimpin se-kampung dan se-kota, atau se-jazirah Arab, tapi pemimpin umat manusia di zamannya, hingga akhir dunia. Mengantar manusia dari pekatnya malam ke gerbang pagi menuju benderang siang. Dan itu butuh persiapan mental, pikiran dan fisik yang sempurna.
Persiapan itu bukan dimulai di usia dewasa atau remaja, tapi sejak lahir, bahkan sebelum lahirnya. Tahun kelahiran Muhammad adalah ‘âmul fîl, tahun kesyukuran Arab Mekah yang selamat dari ancaman invasi pasukan Gajah. Ia lahir senin, 12 rabîul awwal.
Saat Abrahah menyerbu Mekah dengan enam puluh ribu pasukannya, ia meminta tim intelijennya untuk meneliti tokoh yang paling berpengaruh di Mekah. Dan ia adalah Abdul Muthallib, kakek Muhammad. Saat Abdul Muthallib menghadapi Abrahah yang agung di atas gajah terbesarnya, Abrahah gamang. Yang dihadapinya ternyata tidak hanya disegani Quraisy, tapi diseganinya juga. Ia yang biasanya percaya diri sekarang bingung, ia yang biasanya sombong sekarang tidak bisa tidak untuk menghormatinya. Tapi tidak mungkin mendudukkannya di atas gajah juga. Akhirnya ia sendiri yang turun dari gajahnya, wibawa raja luntur, ditelan kharisma lelaki di depannya.
Abdullah anak lelakinya pun paling terhormat di sana yang kemudian menikah dengan wanita paling terjaga kesuciannya, Aminah. Setiap detik kehidupan Muhammad Sang Da’i penuh perencanaan Allah. Sempurna, agar umat setelahnya bisa mengkaji kesempurnaan alur pertumbuhan Muhammad bayi menuju dewasanya. ‘‘Allah memilih Kinânah di antara keturunan Ismâ’îl, dan memilih Quraisy dari Kinânah, dan memilih dari Quraisy itu bani Hâsyim, dan memilihku dari banî Hâsyim’’ kata Rasulullah suatu hari.
Garis keturunan ini penting, karena manusia pada fitrahnya menghormati silsilah yang terhormat. Di manapun itu, terlebih di Amerika Serikat saat ini. Mereka mencengkeram keyakinan blue blood atau darah biru. Merekalah yang dianggap lapisan paling luhur dari masyarakat, yaitu WASP [White, Anglo, Saxon, Protestant]. Mereka haruslah berkulit putih, berasal dari Inggris golongan Saxon, dan bermazhab Kristen Protestan.
Garis keluhuran nasab pada dasarnya tidak menjadi ruang pertanggungjawaban muslim dalam Islam, karena ia bukan usaha manusia, tapi pilihan Allah. Namun manusia memang lebih menghormati jika seorang pemimpin mempunyai keluhuran nasab. Dan Muhammad, disiapkan untuk menjadi pemimpin para pemimpin, sehingga nasabnya bukan sekadar bersih, tapi garis luhur para pemimpin di kaumnya.
Poin yang menjadi kaidah dakwah bahwa pencetakan generasi masa depan, generasi pemimpin bukanlah dimulai dari pendidikan anak, tapi dari keagungan orang tua, bahkan dari kesucian masa muda mereka. Mungkin generasi baru itu tumbuh dan memukau tetapi dalam beberapa kondisi rusaknya reputasi keluarga bisa menjadi fitnah besar dalam kehidupan dakwah seorang dai kecuali jika ia sudah maksimal dalam usaha perbaikan itu.
Mental kepemimpinan Muhammad bahkan dibangun saat ia dalam gendongan kakeknya. Dalam rapat-rapat resmi tetua kaum, dalam momen-momen diplomasi politik. Saat beberapa pembesar Quraisy memprotes kebiasaan Abdul Muthallib membaca Muhammad kecil ke forum-forum resmi, dengan ringan ia beralasan “biarkan anakku ini, karena demi Allah, ia akan memikul urusan besar’’.
Pengalaman-pengalaman rutin ini membangun mental kepemimpinan seorang da’i. Ia melihat momen-momen para pembesar kaum itu berbicara dan berdebat, berdiplomasi dan bersiasat, menerima tamu dan merencanakan perang, berbisnis bahkan bertarung. Pengalaman-pengalaman itu hidup dalam darah dan daging, bukan sekadar visual seperti membaca, atau auditorial dalam mendengar cerita. Muhammad muda memahami sejak kecil bahwa ada urusan besar dalam hidup manusia, sehingga otaknya tidak disibukkan dengan bermain.
Akumulasi ini yang membangun mental kepemimpinan. Ia bukan pelajaran yang dihafal tapi motivasi yang terus ditiupkan dan disimulasikan dalam pengalaman harian. Seperti saat Mu’awiyyah kecil didoakan seseorang untuk menjadi pemimpin Quraisy, ibunya marah membentak ‘‘celakalah kamu, dia tidak dilahirkan untuk memimpin Arab, tapi dunia’’. Atau seperti Muhammad al-Fâtih kecil yang selalu dibacakan hadits Rasulullah ‘‘Kota Konstantinopel akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya…’’. Dan tiba-tiba saja ide-ide di ruang pikiran itu mengejawantah di medan kenyataan di masa dewasa mereka. Daulah Umawiyyah yang didirikan Mu’awiyyah dan Daulah Ustmâniyyah yang akhirnya beribu kota Konstantinopel di zaman Muhammad al-Fâtih wilayahnya mencakup tiga benua dan menjadi imperium terkuat di zaman mereka.
Hal ini mengajari kita bahwa di balik para pemimpin besar, ada obsesi luhur yang membara sejak mereka kecil. Obsesi yang tidak rela dengan kondisi zamannya yang hina, obsesi yang ingin mengembalikan kemanusiaan manusia. Dan sejak kecil hingga remaja Muhammad merasakannya. Hanya saat itu ia belum tahu harus memulai dari mana. Dan terlebih ia tidak tahu, bahwa ada rencana Allah yang menanti untuk mendidiknya menjadi pemimpin umat.

Sumber : dakwatuna.com

Kamis, 25 April 2013

Kisah Taubatnya Malik bin Dinar ( Seorang Ulama Besar )


Bismillaahir Rahmaanir Rahiim 
               Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia pernah ditanya tentang sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata : “ Aku adalah seorang polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr, kemudian aku beli seorang budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan seorang anak perempuan, aku pun menyayanginya.
                Ketika dia mulai bisa berjalan, maka cintaku bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras dihadapanku anak itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkan dibajuku, ketika umurnya menginjak dua tahun dia meninggal dunia, maka aku pun sangat sedih atas musibah itu.
                Ketika malam dipertengahan bulan Syaban dan itu di malam jum’at, aku meneguk khamr lalu tidur dan belum shalat isya. Maka aku bermimpi seakan-akan qiyamat itu terjadi, dan terompet sangkakala di tiup, orang mati di bangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu di belakangku. Ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku, maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, ditengah jalan kutemui seorang syaikh yang berpakaian putih dengan wangi yang semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya, dia pun menjawab, maka aku berkata : ‘ Wahai syaikh ! Tolong lindungilah aku dari ular ini semoga Allah melindungimu.’ Maka syaikh itu menangis dan berkata padaku : ‘ Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu.’
                Maka aku bergegas lari dan memanjat tebing Neraka hingga sampai pada ujung itu, aku lihat kobaran api Neraka yang sangat dasyat, hampir saja aku terjatuh kedalamnya karena rasa takutku kepada ular itu. Namun pada waktu itu seorang menjerit memanggilku, ‘ Kembalilah engkau karena engkau bukan penghuni Neraka itu ! ‘, aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku itu juga kembali. Aku datangi syaikh dan katakan, ‘ Wahai syaikh, aku mohon kepadamu agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat apa-apa.’ Menagislah syaikh itu seraya berkata ‘ Aku seorang yang lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena disana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan disana maka barang itu akan menolongmu.’
                Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Disana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu, aku langsung lari karena aku temui ular besar lagi. Maka tatkala ular itu mendekatiku, para malaikat berteriak : ‘ Angkatlah tirai-tirai itu dan bukalah pintu-pintunya dan mendakilah kesana!’ Mudah-mudahan dia punya barang titipan disana yang dapat meindunginya dari musuhnya (ular). Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu semakin mendekat padaku, maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak itu: ‘ Celakalah kamu sekalian ! Cepatlah naik semuanya karena ular besar itu telah mendekatinya.’ Maka naiklah mereka dengan serentak , aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku bersama mereka. Ketika dia telah melihatku, dia menangis dan berkata : ‘ Ayahku, demi Allah ! ‘ kemudian dia melompat bak anak panah menuju padaku, kemudian dia ulurkan tangan kirinya pada tangan kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanannya ke ular itu, namun binatang tersebut lari.
                Kemudian dia mendudukanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata : “ Wahai ayahku ! Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” ( QS. Al Hadid : 16 )
                Maka aku menangis dan berkata : ‘ Wahai anakku ! Kalian semua faham tentang Al Quran’, maka dia berkata :
“ Wahai ayahku, kami lebih tahu tentang Al Quran darimu’, aku berkata “ Ceritakanlah padaku tentang ular yang ingin membunuhku ?”, dia menjawab ‘ Itulah perkejaanmu yang buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka itu akan memasukkanmu kedalam api Neraka’, aku berkata “ Ceritakanlah padaku tentang syaikh yang berjalan di jalanku itu”, dia menjawab ‘ Wahai ayahku, itulah amal shaleh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu’, aku berkata “ Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu ?”, dia menjawab ‘ Kami adalah anak-anak orang muslimin yang disini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafaat pada kalian” (HR muslim dalam shahihnya no. 2635)
Berkata Malik : “ Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah.”

Minggu, 21 April 2013

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG SANTUN



                “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS : 20:44)
                Itulah salah satu firman Allah SWT yang memerintahkan Nabi Musa as dan Nabi Harun as untuk memberi peringatan kepada Fir’au, seorang raja yang sangat kejam dan dzolim. Kalau kepada raja kafir saja kita diperintahkan untuk berbicara lemah lembut penuh kesantunan apalagi dengan saudara seiman ?
                Maka tidaklah mengherankan bila kemudian Nabi Muhammad SAW lebih memilih bersikap santun, lemah lembut dalam menjalani kehidupannya. Sebab pada sifat lemah lembut, kesantunan, bahkan akhlak  mulia terdapat sebuah kekuatan besar, yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seorang untuk bisa mengetahui kebenaran dan kebathilan mengikuti kebenaran dan meninggalkan kebathilan. Bahkan hampir bisa dipastikan, di zaman nabi hampir tidak ada orang masuk Islam karena perdebatan. Tetapi masuk Islam karena kesantunan dan lemah lembut Rasulullah SAW.
Kesantunan Awal Kesuksesan
                “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut  terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(QS.3:159)
                Allah SWT telah menegaskan secara gamblang bahwa kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam dakwah adalah karena rahmat-Nya berupa kesantunan. Dan, siapapun kita jika ingin sukses, mendapat rahmat Allah maka harus memilih kesantunan sebagai perangai diri. Bukan kebencian, kedengkian, dan permusuhan,
                Apabila kita telah berusaha menjadi pribadi santun dan ternyata belum ada perubahan pada apa yang kita harapkan berubah. Serahkanlah semua kepada Allah, sebabkita hanya berkewaajiban untuk menjadi pribadi yang santun. Kita sama sekali tidak punya kekuatan untuk merubah kondisi hati orang lain. Dan, Allah pasti punya maksud yang lebih baik, lebih indah, dari setiap situasi dan kondisi yang kita hadapi.
Lembutkan Hati
                Tampilan lahiriyah seseorang menunjukkan kondisi hati sebenarnya orang tersebut, dan pengungkapan dzahir seorang mewakili isi hatinya. Rasulullah saw menegaskan hal ini dalam sabdanya. “ Ingatlah bahwa dalam diri seseorang ada segumpal daging, jika daging itu baik maka seluruh anggota badan akan baik, jika sepotong daging itu buruk maka buruklah seluruh anggot badan. Ingatlah bahwa sepotong daging itu adalah hati.”
                Disini nampak petingnya mengkondisikan suasana hati. Suasana hati senantiasa dalam dzikrullah, ketaatan dan pengawasan Allah swt. Jika suasana hati tidak diisi dengan hal yang demikian, maka pasti ia akan diganti oleh setan dengan hal-hal yang buruk. Bentuk tipu daya setan bisa berupa mengumbar omongan, mengeraskan pembicaraan dan tidak menghormati orang lain. Padahal Allah swt memerintahkan kita untuk menjaga lisan dan tidak mengumbarnya apalagi berkata yang tidak baik, sehingga akan menodai kepribadiannya.
“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”(QS. Lukman:19)
                Bentuk tipu daya setan yang lain adalah amarah dan dendam kesumat. Amarah dan dendam kesumat akan mengeraskan dan menodai hati. Makanya Rasulullah SAW ketika dimintai nasihat oleh seorang sahabatnya tentang urusan agama yang sangat kompleks namun beliau menjawab dengan singkat, hanya dua kata”Jangan marah”. Dari Abu Hurairah berkata, seorang datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diajarkan perkara agama dan ia meminta untuk tidak banyak-banyak sehingga tidak memberatkan, maka Rasulullah SAW menjawab, “Jangan marah. Orang itu bertanya sama tiga kali, dan dijawab Rasulullah SAW dengan jawaban yang sama, “Jangan marah.”
Kelembutan Hati Rasululah SAW
                Dari Anas ra, “ Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan tidak pula pernah mengatakan ‘Mengapa tidak engkau lakukan?”(HR Bukhari& Muslim)
                Dari hadist tersebut, tergambarkan betapa terpuji sifat Baginda Rasulullah SAW yang tidak pernah menghardik atau membentak ketika menyikapi seseorang. Akhlak yang dicontohkan Rasul adalah bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut ini menjadi prinsip dasar bagi siapa saja yang mengharap ridha Allah SWT. Hal ini dapat diketahui dari hadist berikut. Dari Jarir bin Abdullah ra, “ saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah lembut maka ia idak dikarunia segala macam kebaikan.”(HR Muslim)
                Ath Thabrani dengan sanad dari Abu Darda’ ra meriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hatinya yang keras,maka Beliau SAW bersabda,” Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi.”(HR Ath Thabrani)
                Teladan Rasulullah SAW tersebut mengarah pada saran bagi orang-orang yang berhati keras (sekeras perilakunya) agar melatih sifat lemah lembut atau melunakkan hatinya dengan belajar memberi kasih sayang secara lahir (makan dan minum) dan batin (mengusap kepalanya bentuk touch behavior) kepada anak yatim. Bayangkan jika ajaran tersebut kita praktikan, maka saat melihat, bertemu dan bersentuhan langsung (kontak fisik) dengan anak yatim, hati kita juga akan tersentuh, tubuh kita bergetar, terasa aliran darah mengalir mengirim sinyal-sinyal pesan akan diorganisir menjadi perintah dalam bentuk perilaku. Dengan seijin Allah SWT maka pesan kasih sayang yang kita miliki akan berbuah hikmah, sikap dan perilaku kita menjadi lemah lembut.
                Disisi lain, Al Quran menegaskan bahwa ketika kita hendak menegur, menasihati dan mengingatkan orang lain untuk suatu tujuan yang baik, hendaklah dilakukan dangan sabar ( Al ‘Asr 1-3). Bukan dengan cara yang keras atau menggunakan kekerasan. Alangkah indahnya pelajaran perilaku demikian jika kita mau menerapkan.
                Bismillah mari kita mulai dari diri kita sendiri.

Minggu, 07 April 2013

Menikmati Kesegaran Ibadah


Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.
                Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan berlangsung formal, kaku dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai dan sangat menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi. Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah SWT. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tidak ada dinding sama sekali.
                Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
                Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba kepada Allah SWT. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba Allah SWT.
                Mutu Ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya. Bagaimana mungkin orang rajin shalat bisa tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman ? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan belum benar. Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang lain.
                Rasulullah SAW mengatakan , “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada alim (tekun beribadah) tapi kikir.”(HR Ath Thabrani)
                Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari hubungannya dengan sekitar. Kalau seseorang tidak disukai orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah SWT seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu terisah.
                Dekat tidaknya seseorang dengan Allah SWT juga bergantung pada diri orang itu sendiri.dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan. Maha benar Allah dalam firman-Nya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah : 186)
                Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), Beliau Shalat. (HR Ahmad)

Rabu, 22 Mei 2013

Wanita Ahli Surga dan Cirinya

Posted by Rohis Stemsend | 0 komentar

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?" (QS. Muhammad : 15)

"Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan." (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur'an yang mulia, diantaranya :

"Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik." (QS. Al Waqiah : 22-23)

"Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (QS. Ar Rahman : 56)

"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (QS. Ar Rahman : 58)

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

" ... seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : "Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan." Dan mereka juga mendendangkan : "Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi." (Shahih Al Jami' nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur'an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma'ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu' Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

" ... dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar." (QS. An Nisa' : 13).

Wallahu A'lam Bis Shawab.

Kamis, 09 Mei 2013

Jalan Sang Dai – Garis Para Pemimpin

Posted by Rohis Stemsend | 0 komentar
Tidak seperti petarung, yang skillnya bisa dilatih sepuluh tahun. Tidak juga penulis dan pelukis, atau dokter dan desainer. Kepemimpinan dibangun atas formula yang rumit. Karena ia berarti mengelola manusia yang berkeinginan, manusia yang berobsesi luhur, atau manusia yang tidak sudi diatur. Kepemimpinan menyalurkan potensi dan mengarahkannya ke tujuan. Terlebih kepemimpinan yang ini, bukanlah pemimpin se-kampung dan se-kota, atau se-jazirah Arab, tapi pemimpin umat manusia di zamannya, hingga akhir dunia. Mengantar manusia dari pekatnya malam ke gerbang pagi menuju benderang siang. Dan itu butuh persiapan mental, pikiran dan fisik yang sempurna.
Persiapan itu bukan dimulai di usia dewasa atau remaja, tapi sejak lahir, bahkan sebelum lahirnya. Tahun kelahiran Muhammad adalah ‘âmul fîl, tahun kesyukuran Arab Mekah yang selamat dari ancaman invasi pasukan Gajah. Ia lahir senin, 12 rabîul awwal.
Saat Abrahah menyerbu Mekah dengan enam puluh ribu pasukannya, ia meminta tim intelijennya untuk meneliti tokoh yang paling berpengaruh di Mekah. Dan ia adalah Abdul Muthallib, kakek Muhammad. Saat Abdul Muthallib menghadapi Abrahah yang agung di atas gajah terbesarnya, Abrahah gamang. Yang dihadapinya ternyata tidak hanya disegani Quraisy, tapi diseganinya juga. Ia yang biasanya percaya diri sekarang bingung, ia yang biasanya sombong sekarang tidak bisa tidak untuk menghormatinya. Tapi tidak mungkin mendudukkannya di atas gajah juga. Akhirnya ia sendiri yang turun dari gajahnya, wibawa raja luntur, ditelan kharisma lelaki di depannya.
Abdullah anak lelakinya pun paling terhormat di sana yang kemudian menikah dengan wanita paling terjaga kesuciannya, Aminah. Setiap detik kehidupan Muhammad Sang Da’i penuh perencanaan Allah. Sempurna, agar umat setelahnya bisa mengkaji kesempurnaan alur pertumbuhan Muhammad bayi menuju dewasanya. ‘‘Allah memilih Kinânah di antara keturunan Ismâ’îl, dan memilih Quraisy dari Kinânah, dan memilih dari Quraisy itu bani Hâsyim, dan memilihku dari banî Hâsyim’’ kata Rasulullah suatu hari.
Garis keturunan ini penting, karena manusia pada fitrahnya menghormati silsilah yang terhormat. Di manapun itu, terlebih di Amerika Serikat saat ini. Mereka mencengkeram keyakinan blue blood atau darah biru. Merekalah yang dianggap lapisan paling luhur dari masyarakat, yaitu WASP [White, Anglo, Saxon, Protestant]. Mereka haruslah berkulit putih, berasal dari Inggris golongan Saxon, dan bermazhab Kristen Protestan.
Garis keluhuran nasab pada dasarnya tidak menjadi ruang pertanggungjawaban muslim dalam Islam, karena ia bukan usaha manusia, tapi pilihan Allah. Namun manusia memang lebih menghormati jika seorang pemimpin mempunyai keluhuran nasab. Dan Muhammad, disiapkan untuk menjadi pemimpin para pemimpin, sehingga nasabnya bukan sekadar bersih, tapi garis luhur para pemimpin di kaumnya.
Poin yang menjadi kaidah dakwah bahwa pencetakan generasi masa depan, generasi pemimpin bukanlah dimulai dari pendidikan anak, tapi dari keagungan orang tua, bahkan dari kesucian masa muda mereka. Mungkin generasi baru itu tumbuh dan memukau tetapi dalam beberapa kondisi rusaknya reputasi keluarga bisa menjadi fitnah besar dalam kehidupan dakwah seorang dai kecuali jika ia sudah maksimal dalam usaha perbaikan itu.
Mental kepemimpinan Muhammad bahkan dibangun saat ia dalam gendongan kakeknya. Dalam rapat-rapat resmi tetua kaum, dalam momen-momen diplomasi politik. Saat beberapa pembesar Quraisy memprotes kebiasaan Abdul Muthallib membaca Muhammad kecil ke forum-forum resmi, dengan ringan ia beralasan “biarkan anakku ini, karena demi Allah, ia akan memikul urusan besar’’.
Pengalaman-pengalaman rutin ini membangun mental kepemimpinan seorang da’i. Ia melihat momen-momen para pembesar kaum itu berbicara dan berdebat, berdiplomasi dan bersiasat, menerima tamu dan merencanakan perang, berbisnis bahkan bertarung. Pengalaman-pengalaman itu hidup dalam darah dan daging, bukan sekadar visual seperti membaca, atau auditorial dalam mendengar cerita. Muhammad muda memahami sejak kecil bahwa ada urusan besar dalam hidup manusia, sehingga otaknya tidak disibukkan dengan bermain.
Akumulasi ini yang membangun mental kepemimpinan. Ia bukan pelajaran yang dihafal tapi motivasi yang terus ditiupkan dan disimulasikan dalam pengalaman harian. Seperti saat Mu’awiyyah kecil didoakan seseorang untuk menjadi pemimpin Quraisy, ibunya marah membentak ‘‘celakalah kamu, dia tidak dilahirkan untuk memimpin Arab, tapi dunia’’. Atau seperti Muhammad al-Fâtih kecil yang selalu dibacakan hadits Rasulullah ‘‘Kota Konstantinopel akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya…’’. Dan tiba-tiba saja ide-ide di ruang pikiran itu mengejawantah di medan kenyataan di masa dewasa mereka. Daulah Umawiyyah yang didirikan Mu’awiyyah dan Daulah Ustmâniyyah yang akhirnya beribu kota Konstantinopel di zaman Muhammad al-Fâtih wilayahnya mencakup tiga benua dan menjadi imperium terkuat di zaman mereka.
Hal ini mengajari kita bahwa di balik para pemimpin besar, ada obsesi luhur yang membara sejak mereka kecil. Obsesi yang tidak rela dengan kondisi zamannya yang hina, obsesi yang ingin mengembalikan kemanusiaan manusia. Dan sejak kecil hingga remaja Muhammad merasakannya. Hanya saat itu ia belum tahu harus memulai dari mana. Dan terlebih ia tidak tahu, bahwa ada rencana Allah yang menanti untuk mendidiknya menjadi pemimpin umat.

Sumber : dakwatuna.com

Kamis, 25 April 2013

Kisah Taubatnya Malik bin Dinar ( Seorang Ulama Besar )

Posted by Rohis Stemsend | 0 komentar

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim 
               Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia pernah ditanya tentang sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata : “ Aku adalah seorang polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr, kemudian aku beli seorang budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan seorang anak perempuan, aku pun menyayanginya.
                Ketika dia mulai bisa berjalan, maka cintaku bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras dihadapanku anak itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkan dibajuku, ketika umurnya menginjak dua tahun dia meninggal dunia, maka aku pun sangat sedih atas musibah itu.
                Ketika malam dipertengahan bulan Syaban dan itu di malam jum’at, aku meneguk khamr lalu tidur dan belum shalat isya. Maka aku bermimpi seakan-akan qiyamat itu terjadi, dan terompet sangkakala di tiup, orang mati di bangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu di belakangku. Ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku, maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, ditengah jalan kutemui seorang syaikh yang berpakaian putih dengan wangi yang semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya, dia pun menjawab, maka aku berkata : ‘ Wahai syaikh ! Tolong lindungilah aku dari ular ini semoga Allah melindungimu.’ Maka syaikh itu menangis dan berkata padaku : ‘ Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu.’
                Maka aku bergegas lari dan memanjat tebing Neraka hingga sampai pada ujung itu, aku lihat kobaran api Neraka yang sangat dasyat, hampir saja aku terjatuh kedalamnya karena rasa takutku kepada ular itu. Namun pada waktu itu seorang menjerit memanggilku, ‘ Kembalilah engkau karena engkau bukan penghuni Neraka itu ! ‘, aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku itu juga kembali. Aku datangi syaikh dan katakan, ‘ Wahai syaikh, aku mohon kepadamu agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat apa-apa.’ Menagislah syaikh itu seraya berkata ‘ Aku seorang yang lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena disana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan disana maka barang itu akan menolongmu.’
                Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Disana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu, aku langsung lari karena aku temui ular besar lagi. Maka tatkala ular itu mendekatiku, para malaikat berteriak : ‘ Angkatlah tirai-tirai itu dan bukalah pintu-pintunya dan mendakilah kesana!’ Mudah-mudahan dia punya barang titipan disana yang dapat meindunginya dari musuhnya (ular). Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu semakin mendekat padaku, maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak itu: ‘ Celakalah kamu sekalian ! Cepatlah naik semuanya karena ular besar itu telah mendekatinya.’ Maka naiklah mereka dengan serentak , aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku bersama mereka. Ketika dia telah melihatku, dia menangis dan berkata : ‘ Ayahku, demi Allah ! ‘ kemudian dia melompat bak anak panah menuju padaku, kemudian dia ulurkan tangan kirinya pada tangan kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanannya ke ular itu, namun binatang tersebut lari.
                Kemudian dia mendudukanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata : “ Wahai ayahku ! Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” ( QS. Al Hadid : 16 )
                Maka aku menangis dan berkata : ‘ Wahai anakku ! Kalian semua faham tentang Al Quran’, maka dia berkata :
“ Wahai ayahku, kami lebih tahu tentang Al Quran darimu’, aku berkata “ Ceritakanlah padaku tentang ular yang ingin membunuhku ?”, dia menjawab ‘ Itulah perkejaanmu yang buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka itu akan memasukkanmu kedalam api Neraka’, aku berkata “ Ceritakanlah padaku tentang syaikh yang berjalan di jalanku itu”, dia menjawab ‘ Wahai ayahku, itulah amal shaleh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu’, aku berkata “ Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu ?”, dia menjawab ‘ Kami adalah anak-anak orang muslimin yang disini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafaat pada kalian” (HR muslim dalam shahihnya no. 2635)
Berkata Malik : “ Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah.”

Minggu, 21 April 2013

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG SANTUN

Posted by Rohis Stemsend | 0 komentar


                “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS : 20:44)
                Itulah salah satu firman Allah SWT yang memerintahkan Nabi Musa as dan Nabi Harun as untuk memberi peringatan kepada Fir’au, seorang raja yang sangat kejam dan dzolim. Kalau kepada raja kafir saja kita diperintahkan untuk berbicara lemah lembut penuh kesantunan apalagi dengan saudara seiman ?
                Maka tidaklah mengherankan bila kemudian Nabi Muhammad SAW lebih memilih bersikap santun, lemah lembut dalam menjalani kehidupannya. Sebab pada sifat lemah lembut, kesantunan, bahkan akhlak  mulia terdapat sebuah kekuatan besar, yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seorang untuk bisa mengetahui kebenaran dan kebathilan mengikuti kebenaran dan meninggalkan kebathilan. Bahkan hampir bisa dipastikan, di zaman nabi hampir tidak ada orang masuk Islam karena perdebatan. Tetapi masuk Islam karena kesantunan dan lemah lembut Rasulullah SAW.
Kesantunan Awal Kesuksesan
                “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut  terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(QS.3:159)
                Allah SWT telah menegaskan secara gamblang bahwa kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam dakwah adalah karena rahmat-Nya berupa kesantunan. Dan, siapapun kita jika ingin sukses, mendapat rahmat Allah maka harus memilih kesantunan sebagai perangai diri. Bukan kebencian, kedengkian, dan permusuhan,
                Apabila kita telah berusaha menjadi pribadi santun dan ternyata belum ada perubahan pada apa yang kita harapkan berubah. Serahkanlah semua kepada Allah, sebabkita hanya berkewaajiban untuk menjadi pribadi yang santun. Kita sama sekali tidak punya kekuatan untuk merubah kondisi hati orang lain. Dan, Allah pasti punya maksud yang lebih baik, lebih indah, dari setiap situasi dan kondisi yang kita hadapi.
Lembutkan Hati
                Tampilan lahiriyah seseorang menunjukkan kondisi hati sebenarnya orang tersebut, dan pengungkapan dzahir seorang mewakili isi hatinya. Rasulullah saw menegaskan hal ini dalam sabdanya. “ Ingatlah bahwa dalam diri seseorang ada segumpal daging, jika daging itu baik maka seluruh anggota badan akan baik, jika sepotong daging itu buruk maka buruklah seluruh anggot badan. Ingatlah bahwa sepotong daging itu adalah hati.”
                Disini nampak petingnya mengkondisikan suasana hati. Suasana hati senantiasa dalam dzikrullah, ketaatan dan pengawasan Allah swt. Jika suasana hati tidak diisi dengan hal yang demikian, maka pasti ia akan diganti oleh setan dengan hal-hal yang buruk. Bentuk tipu daya setan bisa berupa mengumbar omongan, mengeraskan pembicaraan dan tidak menghormati orang lain. Padahal Allah swt memerintahkan kita untuk menjaga lisan dan tidak mengumbarnya apalagi berkata yang tidak baik, sehingga akan menodai kepribadiannya.
“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”(QS. Lukman:19)
                Bentuk tipu daya setan yang lain adalah amarah dan dendam kesumat. Amarah dan dendam kesumat akan mengeraskan dan menodai hati. Makanya Rasulullah SAW ketika dimintai nasihat oleh seorang sahabatnya tentang urusan agama yang sangat kompleks namun beliau menjawab dengan singkat, hanya dua kata”Jangan marah”. Dari Abu Hurairah berkata, seorang datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diajarkan perkara agama dan ia meminta untuk tidak banyak-banyak sehingga tidak memberatkan, maka Rasulullah SAW menjawab, “Jangan marah. Orang itu bertanya sama tiga kali, dan dijawab Rasulullah SAW dengan jawaban yang sama, “Jangan marah.”
Kelembutan Hati Rasululah SAW
                Dari Anas ra, “ Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan tidak pula pernah mengatakan ‘Mengapa tidak engkau lakukan?”(HR Bukhari& Muslim)
                Dari hadist tersebut, tergambarkan betapa terpuji sifat Baginda Rasulullah SAW yang tidak pernah menghardik atau membentak ketika menyikapi seseorang. Akhlak yang dicontohkan Rasul adalah bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut ini menjadi prinsip dasar bagi siapa saja yang mengharap ridha Allah SWT. Hal ini dapat diketahui dari hadist berikut. Dari Jarir bin Abdullah ra, “ saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah lembut maka ia idak dikarunia segala macam kebaikan.”(HR Muslim)
                Ath Thabrani dengan sanad dari Abu Darda’ ra meriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hatinya yang keras,maka Beliau SAW bersabda,” Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi.”(HR Ath Thabrani)
                Teladan Rasulullah SAW tersebut mengarah pada saran bagi orang-orang yang berhati keras (sekeras perilakunya) agar melatih sifat lemah lembut atau melunakkan hatinya dengan belajar memberi kasih sayang secara lahir (makan dan minum) dan batin (mengusap kepalanya bentuk touch behavior) kepada anak yatim. Bayangkan jika ajaran tersebut kita praktikan, maka saat melihat, bertemu dan bersentuhan langsung (kontak fisik) dengan anak yatim, hati kita juga akan tersentuh, tubuh kita bergetar, terasa aliran darah mengalir mengirim sinyal-sinyal pesan akan diorganisir menjadi perintah dalam bentuk perilaku. Dengan seijin Allah SWT maka pesan kasih sayang yang kita miliki akan berbuah hikmah, sikap dan perilaku kita menjadi lemah lembut.
                Disisi lain, Al Quran menegaskan bahwa ketika kita hendak menegur, menasihati dan mengingatkan orang lain untuk suatu tujuan yang baik, hendaklah dilakukan dangan sabar ( Al ‘Asr 1-3). Bukan dengan cara yang keras atau menggunakan kekerasan. Alangkah indahnya pelajaran perilaku demikian jika kita mau menerapkan.
                Bismillah mari kita mulai dari diri kita sendiri.

Minggu, 07 April 2013

Menikmati Kesegaran Ibadah

Posted by Rohis Stemsend | 0 komentar

Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.
                Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan berlangsung formal, kaku dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai dan sangat menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi. Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah SWT. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tidak ada dinding sama sekali.
                Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
                Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba kepada Allah SWT. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba Allah SWT.
                Mutu Ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya. Bagaimana mungkin orang rajin shalat bisa tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman ? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan belum benar. Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang lain.
                Rasulullah SAW mengatakan , “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada alim (tekun beribadah) tapi kikir.”(HR Ath Thabrani)
                Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari hubungannya dengan sekitar. Kalau seseorang tidak disukai orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah SWT seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu terisah.
                Dekat tidaknya seseorang dengan Allah SWT juga bergantung pada diri orang itu sendiri.dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan. Maha benar Allah dalam firman-Nya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah : 186)
                Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah SAW bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), Beliau Shalat. (HR Ahmad)