Menelusuri
jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah
terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap
persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap
persinggahan kesibukan.
Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan
Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang
rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi
akan berlangsung formal, kaku dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih
ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal.
Komunikasi menjadi tidak formal, santai dan sangat menyenangkan. Padahal
posisinya tetap sama antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi. Secara
sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati
seorang manusia dengan Allah SWT. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis.
Bahkan nyaris tidak ada dinding sama sekali.
Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya dari pada urat lehernya.”
Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba kepada
Allah SWT. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam
beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba
Allah SWT.
Mutu Ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata
punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah
seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah
terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya. Bagaimana mungkin orang
rajin shalat bisa tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan bisa berbuat jahat
dengan saudara seiman ? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan belum benar.
Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang
lain.
Rasulullah SAW mengatakan , “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya
Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati
dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang
bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada alim (tekun beribadah) tapi
kikir.”(HR Ath Thabrani)
Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa
dilihat dari hubungannya dengan sekitar. Kalau seseorang tidak disukai orang
sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah SWT
seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu terisah.
Dekat tidaknya seseorang dengan Allah SWT juga
bergantung pada diri orang itu sendiri.dan pintu itu ada pada kebersihan hati,
kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan.
Maha benar Allah dalam firman-Nya ,” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah : 186)
Andai ibadah menjadi sesuatu
yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis
seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah SAW bila
menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), Beliau Shalat.
(HR Ahmad)
0 komentar:
Posting Komentar